Tugas
Perencanaan Kota dan Daerah

DISUSUN OLEH :
MONIKA MALAU
1110102010091
DOSEN PEMBIMBING :
Dr. Alamsyah Taher , M.Si.

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2013-2014
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang
Maha Esa , karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga penulis dapat
menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Dalam makalah ini penulis membahas mengenai “ Ruang
Terbuka Hijau Perkotaan “.
Makalah
ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk
membantu menyelesaikan dan mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar
pada makalah ini. Oleh karena itu penulis berharap para pembaca untuk
memberikan saran serta kritik yang dapat membangun. Kritik konstruktif dari
pembaca sangat diharapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.
Banda
Aceh , November 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Daftar Isi........................................................................................................................... i
BAB
I PENDAHULUAN................................................................................................ 1
A. Latar Belakang............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan......................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................. 2
A. Pengertian Ruang Terbuka......................................................................................... 2
B. Ruang Terbuka Hijau ( RTH ).................................................................................... 3
C. Fungsi Ruang Terbuka Hijau ..................................................................................... 4
D. Elemen Pengisi RTH..................................................................................................... 6
E. Teknis Perencanaan RTH............................................................................................ 6
F.
Pendekatan
Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Fungsinya.............. 7
G. Pola Pengembangan Ruang Terbuka
Hijau dibeberapa Kota Besar...................... 7
H. Upaya Peningkatan Kualitas.......................................................................................
9
BAB III PENUTUP......................................................................................................... 10
A. Kesimpulan................................................................................................................... 10
B. Saran............................................................................................................................. 10
DAFTAR
PUSTAKA....................................................................................................... 11
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Ruang terbuka hijau merupakan salah satu komponen
penting lingkungan. Ruang terbuka hijau sebagai unsur utama tata ruang kota
mempunyai fungsi yang sangat berpengaruh besar yang berguna bagi kemaslahatan
hidup warga.
Masalah perkotaan pada
saat ini telah menjadi masalah yang cukup rumit untuk diatasi. Perkembangan
perkotaan membawa pada konsekuensi negatif pada beberapa aspek, termasuk aspek
lingkungan. Dalam tahap awal perkembangan kota, sebagian besar lahan merupakan
ruang terbuka hijau. Namun, adanya kebutuhan ruang untuk menampung penduduk dan
aktivitasnya, ruang hijau tersebut cenderung mengalami konversi guna lahan
menjadi kawasan terbangun. Sebagian besar permukaannya, terutama di pusat kota,
tertutup oleh jalan, bangunan dan lain-lain dengan karakter yang sangat
kompleks dan berbeda dengan karakter ruang terbuka hijau. Hal-hal tersebut
diperburuk oleh lemahnya penegakan hukum dan penyadaran masyarakat terhadap
aspek penataan ruang kota sehingga menyebabkan munculnya permukiman kumuh di
beberapa ruang kota dan menimbulkan masalah kemacetan akibat tingginya hambatan
samping di ruas-ruas jalan tertentu
Menurut UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
bahwa pada hakikatnya ruang terbagi kedalam kawasan lindung (alami,konservasi)
dan kawasan budi daya atau terbangun. Walau telah ada peraturannya, pada
kenyataanya telah terjadi degradasi kualitas lingkungan air, udara, dan tanah
di hampir seluruh wilayah kota karena lemahnya penegakan hukum.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa pengertian Ruang Terbuka itu ?
2. Apa saja fungsi ruang terbuka hijau ?
C. Tujuan
Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian ruang terbuka hijau perkotaan
2. Untuk mengetahui fungsi ruang terbuka hijau
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Ruang Terbuka
Secara umum
Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang terbuka
(open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan
vegetasi (endemik maupun introduksi) guna mendukung manfaat ekologis,
sosial-budaya dan arsitektural yang dapat memberikan manfaat ekonomi
(kesejahteraan) bagi masyarakatnya. Ruang
terbuka non-hijau dapat berupa ruang terbuka yang diperkeras (paved) maupun
ruang terbuka biru (RTB) yang berupa permukaan sungai, danau, maupun
areal-areal yang diperuntukkan sebagai genangan retensi. Secara fisik RTH dapat
dibedakan menjadi RTH alami yang berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan
taman-taman nasional, maupun RTH non-alami atau binaan yang seperti taman,
lapangan olah raga, dan kebun bunga. Secara ekologis RTH dapat meningkatkan
kualitas air tanah, mencegah banjir, mengurangi polusi udara, dan menurunkan
temperatur kota. Bentuk-bentuk RTH perkotaan yang berfungsi ekologis antara
lain seperti sabuk hijau kota, hutan kota, taman botani, sempadan sungai dll.
Secara sosial-budaya keberadaan RTH dapat memberikan fungsi sebagai ruang
interaksi sosial, sarana rekreasi, dan sebagai tetenger kota yang berbudaya.
Bentuk RTH yang berfungsi sosial-budaya antara lain taman-taman kota, lapangan
olah raga, kebun raya, TPU dan sebagainya.
Permintaan akan
pemanfaatan lahan kota yang terus tumbuh dan bersifat akseleratif untuk untuk
pembangunan berbagai fasilitas perkotaan, termasuk kemajuan teknologi, industri
dan transportasi, selain sering mengubah konfigurasi alami lahan/bentang alam
perkotaan juga menyita lahan-lahan tersebut dan berbagai bentukan ruang terbuka
lainnya. Hal ini umumnya merugikan keberadaan RTH yang sering dianggap sebagai
lahan cadangan dan tidak ekonomis. Di lain pihak, kemajuan alat dan pertambahan
jalur transportasi dan sistem utilitas, sebagai bagian dari peningkatan
kesejahteraan warga kota, juga telah menambah jumlah bahan pencemar dan telah
menimbulkan berbagai ketidak nyamanan di lingkungan perkotaan. Untuk mengatasi
kondisi lingkungan kota seperti ini sangat diperlukan RTH sebagai suatu teknik
bioengineering dan bentukan biofilter yang relatif lebih murah, aman, sehat,
dan menyamankan.
Ruang-ruang kota yang
ditata terkait dan saling berkesinambungan ini mempunyai berbagai pendekatan
dalam perencanaan dan pembangunannya. Tata guna lahan, sistem transportasi, dan
sistem jaringan utilitas merupakan tiga faktor utama dalam menata ruang kota.
Dalam perkembangan selanjutnya, konsep ruang kota selain dikaitkan dengan
permasalahan utama perkotaan yang akan dicari solusinya juga dikaitkan dengan
pencapaian tujuan akhir dari suatu penataan ruang yaitu untuk kesejahteraan,
kenyamanan, serta kesehatan warga dan kotanya.
B. Ruang
Terbuka Hijau
Secara historis pada
awalnya istilah ruang terbuka hijau hanya terbatas untuk vegetasi berkayu
(pepohonan) yang merupakan bagian tak terpisahkan dari lingkungan kehidupan
manusia. Danoedjo (1990) dalam Anonimous (1993) menyatakan bahwa ruang terbuka
hijau di wilayah perkotaan adalah ruang dalam kota atau wilayah yang lebih
luas, dimana didominasi oleh tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alami. Ruang
terbuka hijau dapat dikelompokkan berdasarkan letak dan fungsinya sebagai
berikut :
· ruang
terbuka kawasan pantai (coastal open space);
· ruang
terbuka di pinggir sungai (river flood plain);
· ruang
terbuka pengaman jalan bebas hambatan (greenways);
· ruang
terbuka pengaman kawasan bahaya kecelakaan di ujung landasan Bandar Udara.
Berdasarkan fungsi dan
luasan, ruang terbuka hijau dibedakan atas :
Ruang terbuka makro, mencakup daerah
pertanian, perikanan, hutan lindung, hutan kota, dan pengaman di ujung landasan
Bandar Udara;
Ruang terbuka medium mencakup : pertamanan
kota, lapangan olah raga, Tempat Pemakaman Umum (TPU) :
Ruang terbuka mikro mencakup : taman
bermain (playground) dan taman lingkungan (community park).
Haryadi (1993) membagi
sistem budidaya dalam ruang terbuka hijau dengan dua sistem yaitu sistem
monokultur dan sistem aneka ragam hayati. Sistem monokultur hanya terdiri dari
satu jenis tanaman saja, sedang sistem aneka ragam hayati merupakan sistem
budidaya dengan menanam berbagai jenis tanaman (kombinasi antar jenis) dan
dapat juga kombinasi antar flora dan fauna, seperti perpaduan antaran taman
dengan burung-burung merpati. Banyak pendapat tentang luas ruang terbuka hijau
ideal yang dibutuhkan oleh suatu kota.
Perserikatan Bangsa -
Bangsa (PBB) melalui World Development Report (1984) menyatakan bahwa
prosentase ruang terbuka hijau yang harus ada di kota adalah 50% dari luas kota
atau kalau kondisi sudah sangat kritis minimal 15% dari luas kota. Direktorat
Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum, menyatakan bahwa luas ruang
terbuka hijau yang dibutuhkan untuk satu orang adalah 1,8 m2. Jadi ruang
terbuka hijau walaupun hanya sempit atau dalam bentuk tanaman dalam pot tetap
harus ada di sekitar individu. Lain halnya jika ruang terbuka hijau akan
dimanfaatkan secara fungsional, maka luasannya harus benar-benar diperhitungkan
secara proporsional.
RTH perkotaan mempunyai
manfaat kehidupan yang tinggi. Berbagai fungsi yang terkait dengan
keberadaannya (fungsi ekologis, sosial, ekonomi, dan arsitektural) dan nilai
estetika yang dimilikinya (obyek dan lingkungan) tidak hanya dapat dalam
meningkatkan kualitas lingkungan dan untuk kelangsungan kehidupan perkotaan
tetapi juga dapat menjadi nilai kebanggaan dan identitas kota. Untuk
mendapatkan RTH yang fungsional dan estetik dalam suatu sistem perkotaan maka
luas minimal, pola dan struktur, serta bentuk dan distribusinya harus menjadi
pertimbangan dalam membangun dan mengembangkannya. Karakter ekologis, kondisi
dan ke-inginan warga kota, serta arah dan tujuan pembangunan dan perkembangan
kota merupakan determinan utama dalam menentukan besaran RTH fungsional ini.
Keberadaan
RTH penting dalam mengendalikan dan memelihara integritas dan
kualitas lingkungan. Pengendalian pembangunan wilayah perkotaan harus dilakukan
secara proporsional dan berada dalam keseimbangan antara pembangunan dan
fungsi-fungsi lingkungan. Kelestarian RTH suatu wilayah perkotaan harus
disertai dengan ketersediaan dan seleksi tanaman yang sesuai dengan arah
rencana dan rancangannya.
C. Fungsi
Ruang Terbuka Hijau
Tanaman secara
fisiologis bersifat menetralisir keadaan lingkungan yang berada di bawah daya
tampung lingkungan. Kemampuan ini dapat berasal dari kerja fotosintesis yang
dapat menyerap polutan udara; melalui proses evapotranspirasi dapat menyimpan
air hujan sebagai imbuhan untuk air tanah; sedangkan aroma yang dikeluarkan
tanaman, maupun bentuk fisik tanaman (bentuk tajuk dan pilotaxy batang yang
khas) secara tidak langsung bermanfaat untuk melindungi lingkungan dari terik
matahari atau mencegah erosi dan sedimentasi. Dengan kemampuan tersebut, maka
tanaman dalam ruang terbuka hijau memiliki fungsi sebagai berikut :
a. Ameliorasi
iklim, artinya dapat mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro. Ruang terbuka
hijau menghasilkan O2 dan uap air (H2O) yang menurunkan, serta menyerap CO2
yang bersifat gas rumah kaca sehingga dapat menaikkan suhu udara dan berpengaruh
pada iklim mikro setempat
b. Memberikan
perlindungan terhadap terpaan angin kencang dan peredam suara. Tanaman
berfungsi sebagai pematah angin (windbreak) dan peredam suara (soundbreak)
c. Memberikan
perlindungan terhadap terik sinar matahari. Kehadiran tanaman dalam ruang
terbuka hijau akan mengintersepsi dan memantulkan radiasi matahari untuk
fotosintesis dan transpirasi sehingga di bawah tajuk akan terasa lebih sejuk
d. Memberikan
perlindungan terhadap asap dan gas beracun, serta penyaring udara kotor dan
debu
e. Mencegah
erosi. Arsitektur tanaman (pilotaxi) berupa pohon akan mempengaruhi sifat
aliran batang (steam flow) air hujan yang tertampung oleh tajuk, sehingga dapat
mempengaruhi tata air dan erosi lahan.
f. Merupakan
sarana penyumbang keindahan dan keserasian antara struktur buatan manusia
secara alami;
g. Ruang
terbuka hijau berfungsi secara tidak langsung untuk memperbaiki tingkat
kesehatan masyarakat.
h. Membantu
peresapan air hujan sehingga memperkecil erosi dan banjir serta membantu
penanggulangan intrusi air laut. Tanaman dalam ruang terbuka hijau
yang diperuntukkan untuk mencegah intrusi air laut adalah jenis tanaman yang
berkemampuan dalam menyerap, menyimpan, dan memasok air. Sebagai sarana
rekreasi dan olah raga;
i. Tempat hidup
dan berlindung bagi hewan dan pakan mikroorganisme;
j.
Sebagai tempat konservasi satwa dan tanaman lain;
k. Sarana
penelitian dan pendidikan;
l. Sebagai
pelembut, pengikat, dan pemersatu bangunan;
m. Meningkatkan
taraf hidup masyarakat sekitar ruang terbuka hijau, apabila jenis tanaman yang
ditanam bernilai ekonomi;
n. Sarana
untuk bersosialisasi antar warga masyarakat;
o. Sebagai
media pengaman antar jalur jalan.
Sesuai instruksi
Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di
wilayah perkotaan memuat hal-hal sebagai berikut :
Merencanakan, melaksanakan, dan
mengendalikan penyelenggaraan ruang terbuka hijau di kota sesuai dan tertuang
dalam Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) kota masing-masing;
Bagi daerah yang telah memiliki Ruang
Terbuka Hijau, maka harus mengadakan penyesuaian dengan peraturan instruksi
ini;
Melaksanakan pengelolaan dan
pengendalian fungsi serta peranan Ruang Terbuka Hijau dengan melarangnya untuk
penggunaan dan peruntukan ruang yang lain;
Melaksanakan pengelolaan Ruang Terbuka
Hijau untuk mencapai pembangunan berwawasan lingkungan.
D. Elemen
Pengisi RTH
RTH dibangun dari
kumpulan tumbuhan dan tanaman atau vegetasi yang telah diseleksi dan
disesuaikan dengan lokasi serta rencana dan rancangan peruntukkannya. Lokasi
yang berbeda (seperti pesisir, pusat kota, kawasan industri, sempadan
badan-badan air, dll) akan memiliki permasalahan yang juga berbeda yang
selanjutnya berkonsekuensi pada rencana dan rancangan RTH yang berbeda.
Untuk keberhasilan rancangan,
penanaman dan kelestariannya maka sifat dan ciri serta kriteria arsitektural
dan hortikultural tanaman dan vegetasi penyusun RTH harus menjadi bahan
pertimbangan dalam men-seleksi jenis-jenis yang akan ditanam.Persyaratan umum
tanaman untuk ditanam di wilayah perkotaan:
a. Disenangi
dan tidak berbahaya bagi warga kota,
b. Mampu
tumbuh pada lingkungan yang marjinal (tanah tidak subur, udara dan air yang
tercemar)
c. Tahan
terhadap gangguan fisik (vandalisme)
d. Perakaran
dalam sehingga tidak mudah tumbang
e. Tidak gugur
daun, cepat tumbuh, bernilai hias dan arsitektural
f. Dapat
menghasilkan O2 dan meningkatkan kualitas lingkungan kota
g. Bibit/benih
mudah didapatkan dengan harga yang murah/terjangkau oleh masyarakat
h. Prioritas
menggunakan vegetasi endemik/lokal
i. Keanekaragaman
hayati
Jenis tanaman endemik
atau jenis tanaman lokal yang memiliki keunggulan tertentu (ekologis, sosial
budaya, ekonomi, arsitektural) dalam wilayah kota tersebut menjadi bahan
tanaman utama penciri RTH kota tersebut, yang selanjutnya akan dikembangkan
guna mempertahankan keanekaragaman hayati wilayahnya dan juga nasional.
E. Teknis
Perencanaan RTH
Dalam rencana
pembangunan dan pengembangan RTH yang fungsional suatu wilayah perkotaan, ada 4
(empat) hal utama yang harus diperhatikan yaitu :
a. Luas RTH minimum yang diperlukan
dalam suatu wilayah perkotaan di-tentukan secara komposit oleh tiga komponen
berikut ini, yaitu:
1) Kapasitas atau daya dukung alami
wilayah
2) Kebutuhan per kapita (kenyamanan,
kesehatan, dan bentuk pela-yanan lainnya)
3) Arah dan tujuan pembangunan kota RTH
berluas minimum merupakan RTH berfungsi ekologis yang ber-lokasi, berukuran,
dan berbentuk pasti, yang melingkup RTH publik dan RTH privat.
b. Lokasi
lahan kota yang potensial dan tersedia untuk RTH
c. Sruktur dan
pola RTH yang akan dikembangkan (bentuk, konfigurasi, dan distribusi) Seleksi
tanaman sesuai kepentingan dan tujuan pembangunan kota.
Menurut Correa, (1988), dalam penelitian
dikatakan bahwa apabila RTH diabstraksikan kebutuhan akan hal-hal yang
bersifat sosial tercermin di dalam 4 (empat) unsur utama, yaitu :
a. Ruang
keluarga yang digunakan untuk keperluan pribadi
b. Daerah
untuk bergaul/ sosialisasi dengan tetangga
c. Daerah
tempat pertemuan warga
d. Daerah
ruang terbuka utama yang digunakan untuk kegiatan bersama seluruh warga masyarakat.
F. Pendekatan
Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Fungsinya
Pendekatan ini
didasarkan atas satu atau lebih manfaat yang dapat diperoleh oleh pengguna,
terutama di kawasan perkotaan. Secara umum manfaat yang diinginkan adalah
berupa perolehan kondisi dan atau suasana yang sifatnya membangun kesehatan
jasmani dan rohani manusia.
a. Peningkatan
kesehatan dan kesegaran lingkungan
b. Penciptaan
susunan ruang vista
c. Penciptaan
ruang bagi pendidikan lingkungan
G.
Pola Pengembangan Ruang Terbuka Hijau di Beberapa Kota Besar
Pola pengembangan ruang
terbuka hijau di berbagai kota memiliki keragaman penanganan yang disesuaikan
dengan kondisi fisik wilayah, pola hidup masyarakat, dan konsistensi kebijakan
pemerintah.
Berikut akan diuraikan beberapa kasus
pengembangan ruang terbuka hijau kota sebagai bahan komparasi untuk memperoleh
masukan yang komprehensif mengenai bentuk pengaturan yang akan dihasilkan.
a) Ruang
Terbuka Hijau di Luar Negeri
Kesadaran pembangunan
perkotaan berwawasan lingkungan di negara-negara maju telah berlangsung dalam
hitungan abad. Pada jaman Mesir Kuno, ruang terbuka hijau ditata dalam bentuk
taman-taman atau kebun yang tertutup oleh dinding dan lahan-lahan pertanian
seperti di lembah sungai Efrat dan Trigis, dan taman tergantung Babylonia yang
sangat mengagumkan, The Temple of Aman Karnak, dan taman-taman
perumahan.
Selanjutnya bangsa Yunani dan Romawi
mengembangkan Agora, Forum, Moseleum dan berbagai ruang kota untuk memberi
kesenangan bagi masyarakatnya dan sekaligus lambang kebesaran dari pemimpin
yang berkuasa saat itu.
Gerakan baru yang lebih sadar akan arti
lingkungan melahirkan taman kota skala besar dan dapat disebut sebagai
pemikiran awal tentang sistem ruang terbuka kota. Central Park New
York oleh Frederick Law Olmested dan Calvert
Voux melahirkan profesi Arsitektur Lansekap yang kemudian mengembang dan
mendunia.
Melihat kenyataan tersebut tampaknya
kebutuhan ruang terbuka yang tidak hanya mengedepankan aspek keleluasaan, namun
juga aspek kenamanan dan keindahan di suatu kota sudah tidak dapat dihidari
lagi, walaupun dari hari ke hari ruang terbuka hijau kota menjadi semakin
terdesak. Beberapa pakar mengatakan bahwa ruang terbuka hijau tidak boleh
kurang dari 30%, Shirvani (1985), atau 1.200 m2 tajuk tanaman diperlukan
untuk satu orang, Grove (1983).
Bagaimana kota-kota di Mancanegara
menghadapi hal ini, berikut diuraikan beberapa kota-kota yang dianggap dapat
mewakili keberhasilan Pemerintah Kota dalam pengelolaan ruang terbuka hijau
kota.
b) Ruang
Terbuka Hijau di Dalam Negeri
Hampir semua studi
mengenai perencanaan kota (yang dipublikasikan dalam bentuk rencana umum tata
ruang kota dan pendetailannya) menyebutkan bahwa kebutuhan ruang terbuka di perkotaan
berkisar antara 30% hingga 40%, termasuk di dalamnya bagi kebutuhan jalan,
ruang-ruang terbuka perkerasan, danau, kanal, dan lain-lain. Ini berarti
keberadaan ruang terbuka hijau (yang merupakan sub komponen ruang terbuka)
hanya berkisar antara 10 % – 15 %.
Kenyataan ini sangat dilematis bagi
kehidupan kota yang cenderung berkembang sementara kualitas lingkungan
mengalami degradasi/kemerosotan yang semakin memprihatinkan. Ruang terbuka
hijau yang notabene diakui merupakan alternatif terbaik bagi upaya recovery fungsi
ekologi kota yang hilang, harusnya menjadi perhatian seluruh pelaku
pembangunan yang dapat dilakukan melalui gerakan sadar lingkungan, mulai
dari level komunitas pekarangan hingga komunitas pada level kota.
Sebagai contoh Pembangunan infrastruktur
di kota Makassar makin maju. Tapi ruang terbuka hijau makin
minim. Begitu minimnya, ruang terbuka hijau (RTH) di makassar tak
cukup sepuluh persen dibanding luas wilayah. Padahal seharusnya, minimal 30
persen. Minimnya RTH ini tentu berdampak pada kesehatan lingkungan. Sebab kota
yang sehat, tentu harus memiliki paru-paru kota. Dan paru-paru kota itu adalah
taman-taman kota. Hadirnya taman kota yang cukup juga sangat penting dalam
mewujudkan makassar sebagai kota dunia 2025 mendatang.
H. Upaya
Peningkatan Kualitas dan Kuantitas RTH
Ruang terbuka hijau
sebaiknya ditanami pepohonan yang mampu mengurangi polusi udara secara
signifikan.. Menurut penelitian di laboratorium,pohon yang baik di tanam adalah
pohon felicium, mahoni, kenari, salam, perdu dan anting anting. Upaya yang
penanaman bisa pula dilakukan warga kota di halaman rumah masing-masing. Dengan
penanaman pohon atau tanaman perdu tadi, selain udara menjadi lebih sejuk,
polusi udara juga bisa dikurangi. Untuk menutupi kekurangan tempat menyimpan
cadangan air tanah, setiap keluarga bisa melengkapi rumahnya, yang masih
memiliki sedikit halaman, dengan sumur resapan. Sumur resapan merupakan sistem
resapan buatan yang dapat menampung air hujan, baik dari permukaan tanah maupun
dari air hujan yang disalurkan melalui atap bangunan. Bentuknya dapat berupa
sumur, kolam dengan resapan, dan sejenisnya. Pembuatan sumur resapan ini
sekaligus akan mengurangi debit banjir dan genangan air di musim hujan. Salah
satu contoh upaya yang baik untuk mengembalikan kualitas dan kuantitias RTH
yang dapat diterapkan di lingkungan permukiman adalah beberapa kebijaksanaan
perencanaan oleh pemerintah.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Permintaan akan
pemanfaatan lahan kota yang terus tumbuh dan bersifat akseleratif untuk untuk
pembangunan berbagai fasilitas perkotaan, termasuk kemajuan teknologi, industri
dan transportasi, selain sering mengubah konfigurasi alami lahan/bentang alam
perkotaan juga menyita lahan-lahan tersebut dan berbagai bentukan ruang terbuka
lainnya. Hal ini umumnya merugikan keberadaan RTH yang sering dianggap sebagai
lahan cadangan dan tidak ekonomis. Maka dari itu perlunya keberadaan RTH untuk
melestarikan dan menjaga kestabilan lingkungan perkotaan.
Untuk
keberhasilan rancangan, penanaman dan kelestariannya maka sifat dan
ciri serta kriteria arsitektural dan hortikultural tanaman dan vegetasi
penyusun RTH harus menjadi bahan pertimbangan dalam menseleksi jenis-jenis yang
akan ditanam. RTH perkotaan mempunyai manfaat kehidupan yang tinggi. Berbagai
fungsi yang terkait dengan keberadaannya (fungsi ekologis, sosial, ekonomi, dan
arsitektural) dan nilai estetika yang dimilikinya (obyek dan lingkungan) tidak
hanya dapat dalam meningkatkan kualitas lingkungan dan untuk kelangsungan kehidupan
perkotaan tetapi juga dapat menjadi nilai kebanggaan dan identitas kota. Untuk
mendapatkan RTH yang fungsional dan estetik dalam suatu sistem perkotaan maka
luas minimal, pola dan struktur, serta bentuk dan distribusinya harus menjadi
pertimbangan dalam membangun dan mengembangkannya.
B. Saran
Beberapa upaya yang
harus dilakukan oleh Pemerintah antara lain adalah:
· Menyusun
pedoman-pedoman pelaksanaan (NSPM) untuk peyelenggaraan dan pengelolaan RTH;
· Menetapkan
kebutuhan luas minimum RTH sesuai dengan karakteristik kota, dan indikator
keberhasilan pengembangan RTH suatu kota;
· Meningkatkan
kampanye dan sosialisasi tentangnya pentingnya RTH melalui gerakan kota hijau
(green cities);
· Mengembangkan
proyek-proyek percontohan RTH untuk berbagai jenis dan bentuk yang ada di
beberapa wilayah kota.
DAFTAR
PUSTAKA
Yunus, Hadi Sabar, (2005). Manajemen
Kota: Perspektif Spasial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang
Penataan Ruang.
Widyastama, R. 1991. Jenis Tanaman
Berpotensi untuk Penghijauan Kota.
Danisworo, M, 1998, Makalah Pengelolaan kualitas
lingkungan dan lansekap perkotaan di indonesia dalam menghadapi dinamika
abad XXI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar